Mengukur paras seorang muslimah
Mungkin di antara anda ada yang sering bertanya, “Bagaimana ya cara mengukur kecantikan paras seorang muslimah?”. Nah lho, pernahkah bertanya perihal yang sama. Kalau iya, baguslah karena anda dan saya berarti sama. Semenjak usia SMA, ketika hormon pujangga saya sedang dalam puncak everest-nya, saya sunggu tertantang untuk menjawab pertanyaan ini. Bukan karena saya menginginkan gelar atau sebutan khusus – macam filsuf seperti yang sering diberikan oleh teman saya yang satu ini, tapi lebih karena memang ada dorongan besar dalam hati saya untuk mengungkap rahasia ini.
Paremeter Kecantikan atau Paras Muslimah
Untuk mengukur sesuatu dibutuhkan parameter. Jelas! Ini sebenarnya sudah merupakan common knowledge yang hampir semua orang sudah mengetahuinya. Sebagai contoh, untuk mengukur ketinggian, manusia tentu dengan mudah akan mentahbiskan objek tertinggi dari pemukaanlah yang akan disebut sebagai “tinggi” sementara yang lain “kurang tinggi“. Dalam bahasa Fisika atau tukang bangunan, hal ini disederhanakan dengan istilah “meteran“. Ha .. ha … ha …
Nah yang menarik di sini, kecantikan atau paras muslimah bukan lah sesuatu yang “mutlak” atau “absolutely neutral” layaknya “meteran” atau “ketinggian” tadi. Tidak, tentu tidak! Kecantikan atau paras muslimah, seperti yang acap kita dengar dari para pria maupun wanita merupakan sesuatu yang “relatif“. Sekali lagi saya ulangi, “relatif“. Kata unik ini yang sama sekali tidak berhubungan dengan teori relativitas einstein ini telah membuat kita, umat manusia sendiri sering bingung dan pusing tujuh keliling. Ayo mengaku sajalah. Anda pasti sering telibat beda pendapat dengan teman anda jika sudah masuk ke kata ini bukan?
Oke untuk segera mengakhiri penderitaan anda di sini, ada baiknya bila saya utarakan secara langsung saja apa parameter yang ditunggu-tunggu ini.
Sebuah Jawaban untuk Retorika lama
Bismillah, dengan mengawalinya dengan nama Allah, saya yakin bahwa kecantikan seorang muslimah bisa diukur dengan Tasbih! Ya, serius nih, tasbih atau ucapan/lafaz “Subhanallah” bisa anda gunakan sebagai alat pengukur betapa cantik, manis, atau mempesona seorang muslimah di mata (baik mata biasa maupun mata hati) anda.
Tapi bagaimana cara menggunakannya?
Laiknya meteran yang mempunyai “technical how-to“, tasbih juga punya yang begitu-begituan. Oke begini. Ketika anda melihat seorang muslimah yang menurut anda manis dan mempesona, besar kemungkinan anda akan langsung melantunkan kalimat yang suci ini bukan? Kecuali kalau anda sudah kehilangan “fitrah” di hati tentunya. Pertanyaan saya sekarang, berapa banyak tasbih – baik sengaja atau tidak sengaja – yang telah anda lafazkan – baik itu di dalam hati maupun melalui lisan anda – ketika melihat atau mengingat seorang muslimah. Nah di sinilah intinya:
Semakin banyak tasbih yang terhambur dari anda – entah itu melalui hati maupun lisan – maka semakin cantik pula seorang muslimah di mata anda.
Dengan ilmu matematika praktis khas buku-buku dengan judul “Mari berhitung untuk SD Kelas 2″, kita bisa membuatnya dengan formula demikian.
Diketahui:
Seorang Muslim melihat dua orang Muslimah yang berjalan dihadapannya. Muslimah A dengan kekuatan 1000 tasbih dan Muslimah B dengan kekuatan 500 tasbih.
Pertanyaan:
Siapa yang lebih cantik diantara keduanya menurut muslim itu?
Jawab:
Karena 1000 tasbih > 500 tasbih ini berarti bahwa Muslimah A insyaallah lebih cantik ketimbang Muslimah B.
Yap. demikianlah bahasa matematikanya. Saya harap anda bisa mengerti, tapi kalau anda masih saja tidak mengerti ya sudah. Saya akan mendoakan agar Allah memberikan anda kelapangan hati dan ketenangan jiwa di alam sana. Amin ya robbal ‘alamin.
Ayo lanjut lagi dong bacanya ….. masih ada tuh.
Apa Hikmahnya?
Setidaknya ada tiga menurut saya. Berikut ketiga hal yang saya maksud.
1. Hikmah Pertama
Dengan parameter tasbih ini saya ingin mengajak muslim untuk semakin gemar melantunkan tasbih, entah itu di dalam hati maupun melalui lisan mengingat semakin hari semakin banyak saja muslimah yang bertambah kecantikannya. Ha … ha …. ha … benar tidak?
2. Hikmah Kedua
Mulai hari ini saya menghimbau para muslim untuk tidak pernah lagi – pokoknya jangan sampai lagi – menyebut-nyebut muslimah dengan kata-kata “jelek”, “tidak cantik”, “jahat”, “buruk rupa”, atau bahkan “ya begtulah” atau “lumayanlah“. Alasannya sederhana, kata-kata tersebut bisa menyakiti hati mereka, entah langsung atau tidak. Semua muslimah insyallah bisa mengundang tasbih, hanya saja kekuatannya memang berbeda. Ada yang bisa menghasilkan banyak ada yang juga tidak terlalu banyak. Yuk kita ganti saja kata-kata di atas dengan “dia sebenarnya manis kok ….. (dengan kekuatan tasbih sebesar ….)“.
3. Hikmah Ketiga
Nah kalau ini sih alasan pribadi. Saya meminta mereka yang suka menyebut saya suka menggombal atau raja gombal (seperti ini dan ini) untuk berhenti berkata demikian karena memang tidak ada niatan dalam hati saya untuk menggombal kepada kalian. Muslimah, termasuk kalian berdua, memang “manis” dan layak dipuji kok, hanya saja memang kadar tasbihnya bisa berbeda-beda. Dan itu wajar-wajar saja saya rasa.
Bagaimana? Anda setuju?
dikutip dari “wim permana”
www.wimkhan.wordpress.com